Biar Disapu Ombak

Biar Disapu Ombak
Lupakan.. lalu semuanya akan selesai...

Senin, 22 September 2014

APA ISI SE OJK NO. 13 / SE OJK. 07 / 2014 - PERJANJIAN BAKU ?

Banyak sekali pertanyaan yang menanyakan hal tersebut, karena sampai tanggal 22 September 2014, SE ini belum juga ada di website OJK.

Saya kebetulan memperolehnya saat mengunjungi stand IBEX 2014, saya share kan inti-inti dari SE OJK ini.

Yang jelas SE OJK ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari POJK No. 1 tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen.SE ini terdiri dari 5 bagian.

Bagian I - Ketentuan Umum ini isinya tentang daftar istilah.

Bagian II - Klausula dalam Perjanjian Baku, nah isinya hampir sama dengan isi Pasal 21 dan 22 di POJK No. 1 tahun 2013.

Bagian III - Format Perjanjian Baku, kurang lebihnya berisi demikian :
  1. Perjanjian Baku yang memuat hak dan kewajiban konsumen dan persyaratan yang mengikat konsumen secara hukum, wajib menggunakan HURUF, TULISAN, SIMBOL, DIAGRAM, TANDA, ISTILAH, FRASA yang dapat dibaca, dan / atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh Konsumen. Nah gunakan lah font yang jelas, ukurannya 12, dan gak usah rumit-rumit bikin pasalnya.
  2. Apabila Konsumen tidak jelas, maka PUJK wajib memberikan penjelasan atas istilah FRASA, KALIMAT dan/atau SIMBOL, DIAGRAM dan TANDA yang belum dipahami oleh Konsumen, baik secara tertulis di dalam Perjanjian Baku, maupun secara lisan sebelum Perjanjian Baku ditanda tangani. Mungkin lebih baik dituliskan saja dalam Perjanjian Baku, dan kemudian dijelaskan. 
  3. Kalau memakai istilah yang dipakai Bahasa Asing, maka wajib disandingkan dalam Bahasa Indonesia
  4. Nah ini yang paling penting, dalam Perjanjian Baku kita wajib memuat pernyataan demikian "PERJANJIAN INI TELAH DISESUAIKAN DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERMASUK KETENTUAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN" nach buruan deh ini di copas ke Perjanjian Baku kita, supaya jangan sampai ketinggalan.
  5. Selain berbentuk cetak, Perjanjian Baku dapat berbentuk digital atau elektronik atau disebut e-contract untuk ditawarkan oleh PUJK melalui media elektronik.
  6. Kalo Perjanjian Baku berbentuk CETAK, maka BERLAKU hal-hal sebagai berikut: Harus ada persetujuan tertulis dengan membubuhkan tanda tangan yang menyatakan persetujuan, PUJK dapat menggandakannya sehingga transaksi dapat memenuhi tujuan dan memberikan kepastian hukum, memberikan waktu yang cukup kepada Konsumen untuk membaca dan memahami sebelum menandatangani, PUJK wajib mematuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain undang-undang  yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik.. nah ini perlu kita baca juga.
Bagian IV - Ketentuan Lain-lain
Isinya mewajibkan kita sebagai PUJK untuk melakukan penyesuaian sesuai Pasal 54 POJK No. 1 tahun 2013, dan kita harus memberitahukan kepada Konsumen. Nah bila kita belum menyelesaikan pelaksanaan pemenuhan penyesuaian ketentuan dalam Pasal 54 ini,  maka PUJK harus membuat action plan yang disetujui oleh Bidang Pengawasan.

Bagian V - Penutup
SE OJK ini mulai berlaku tanggal 20 Agustus 2014.

Yuk kita laksanakan...




POJK NO. 1 TH. 2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Tak hanya berisi soal Perlindungan Konsumen





Banyak keluhan dari Praktisi BPR sehubungan dengan keluarnya POJK No. 1 tahun 2013 ini. Ada yang menyesalkan kenapa tidak ada sosialisasi, ada yang mempertanyakan ketidakjelasan isi pasal perpasal, bahkan ada juga yang tidak tahu jika ada laporan yang harus dikirimkan, dan ada yang mengeluh laporan menjadi semakin banyak.

Apapun yang terjadi, apapun keluhannya, POJK No. 1 ini wajib kita taati dan dilaksanakan. Karena bila tidak dilaksanakan akan dikenakan sanksi sesuai pasal 53 dalam POJK ini. Sanksinya bisa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin kegiatan usaha. Bahkan bisa dikenakan tanpa harus didahului peringatan tertulis.

POJK No. 1 tahun 2013 ini sarat dengan peraturan-peraturan. Bukan hanya soal perlindungan konsumen seperti judulnya, tapi berbagai macam aturan soal laporan, SOP, dan pelatihan semua termuat disini.

POJK No. 1 tahun 2013 yang hanya memberi satu hak untuk Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yaitu “BERHAK untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jelas dan tidak menyesatkan”, diikuti dengan SEOJK, berikut ini:
1.      SEOJK No. 1/SEOJK.07/2014 tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat. SE ini juga dilampiri Petunjuk Pengisian Laporan Edukasi dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat, berikut form contoh untuk membuat Laporan Edukasi untuk meningkatkan Literasi Keuangan kepada Konsumen dan/atau Masyarakat.
2.      SEOJK No, 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Jasa Keuangan. SE ini juga dilampiri Petunjuk Pengisian Laporan Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan beserta contoh 4 (empat) macam form untuk Laporan Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen.
3.      SEOJK No 12/SEOJK.07/2014 tentang Penyampaian Informasi dalam Rangka Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan.
4.      SEOJK No. 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku.
5.    SEOJK No. 14/SEOJK.07/2014 tentang  Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen.


LAPORAN-LAPORAN YANG HARUS DIBUAT SEHUBUNGAN DENGAN POJK NO.1/TH. 2013 :
1.      LAPORAN RENCANA EDUKASI – SEOJK No. 1/SEOJK.07/2014
Penyampaian Rencana Edukasi digabungkan dengan penyampaian Rencana Bisnis PUJK. Rencana Edukasi wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan cq. Bidang Pengawasan dengan tembusan ke Bidang Edukasi Perlindungan Konsumen, paling lambat 30 November sebelum Rencana Bisnis dimulai. Namun sesuai Ketentuan peralihan PUJK wajib menyampaikan Rencana Edukasi untuk pertama kalinya paling lambat tanggal 31 Agustus 2014 yang mencakup pelaksanaan kegiatan Edukasi yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal 31 Desember 2014.
2.      LAPORAN PELAKSANAAN EDUKASI – SEOJK No. 1/SEOJK.07/2014
PUJK wajib menyampaikan Laporan Pelaksanaan Edukasi kepada Otoritas Jasa Keuangan, paling lambat setiap tanggal 30 bulan Januari tahun berikutnya. Laporan disampaikan kepada Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan dengan tembusan Bidang Pengawas BPR.
SEOJK No. 1/SEOJK.07/2014 ini juga dilampiri dengan 1(satu) contoh form Laporan Edukasi Untuk Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan / atau Masyarakat.
3. LAPORAN PELAYANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN – SEOJK No. 2/SEOJK.07/2014
o   Pengaduan yang dilaporkan kepada OJK adalah ketidakpuasan Konsumen yang memuat kerugian finansial dan adanya sengketa antara PUJK dengan Konsumen. PUJK wajib melaporkan secara berkala adanya pengaduan dan tindaklanjut pelayanan dan penyelesaian pengaduan kepada OJK. Dikirimkan ke Kepala Eksekutif yang melakukan pengawasan atas kegiatan PUJK dengan tembusan kepada Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Jika dalam  SE No. 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, jelas disebutkan bahwa jika tidak ada pengaduan PUJK wajib mengirim laporan dengan melaporkan Nihil, dalam SE OJK No. 2 ini tidak disebutkan mengenai hal tersebut.
o   Laporan disampaikan secara manual yaitu melalui pengiriman laporan secara fisik dan disampaikan secara elektronik melalui Sistem Pelayanan Konsumen Terintegrasi Sektor Jasa Keuangan. Contoh Form Laporan terlampir dalam SE ini, sebanyak 4 (empat) form yang wajib diisi.
o   Laporan disampaikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan (Maret, Juni, September, dan Desember), dan disampaikan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Jika tanggal 10(sepuluh) jatuh pada hari libur, maka penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja pertama setelah libur dimaksud.
o   PUJK dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila penyampaian laporan melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut sejak akhir batas penyampaian laporan.
o   Jika tidak melaporkan akan dikenakan sanksi, dan sanksi kewajiban membayar atas keterlambatan/tidak disampaikannya laporan tidak menghapuskan kewajiban PUJK untuk menyampaikan laporan.
o   SEOJK ini mulai berlaku tanggal 6 Agustus 2014, maka bulan September 2014 ini adalah kewajiban laporan kita yang pertama kali, dan paling lambat harus kita sampaikan tanggal 10 Oktober 2014.

PELATIHAN YANG DIWAJIBKAN OLEH POJK NO. 1 /TH. 2013 – SEOJK No.2 /SEOJK.07/2014 :
Dalam rangka pelaksanaan fungsi pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen dan pertimbangan aspek manajemen resiko PUJK WAJIB melakukan Pelatihan. Karyawan yang harus diutamakan untuk mengikuti pelatihan adalah karyawan yang:
a.      Berhadapan langsung dengan konsumen (frontliner) – Wajib mendapatkan pelatihan secara berkala, dan wajib mendapatkan pelatihan sebelum penempatan.
b.      Melakukan pengawasan pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen – Paling kurang pelatihan 1(satu) kali dalam masa kerjanya.
c.       Terkait dengan penyusunan pelaporan kepada OJK – Paling kurang 1(satu) kali dalam masa kerjanya.

PUJK WAJIB melakukan evaluasi terhadap setiap pelatihan yang telah diselenggarakan, untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan kesesuaian materi pelatihan. PUJK menindaklanjuti hasil evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan metode pelatihan.


YANG WAJIB DICANTUMKAN
  1. Pasal 20 POJK No. 1 / 2013
Dalam setiap penawaran atau promosi produk dan/atau layanan, nama dan / atau logo PUJK dan pernyataan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Lihat saja website Bank Permata, di websitenya telah dicantumkan tulisan PT. Bank Permata Tbk, terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

  1. SE OJK No. 13/SEOJK.07/2014
Mewajibkan dalam perjanjian baku memuat pernyataan sebagai berikut : “PERJANJIAN INI TELAH DISESUAIKAN DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERMASUK KETENTUAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN”

YANG WAJIB DIBUAT /DILAKSANAKAN :
1.      Dokumen Informasi produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas dan tidak meyesatkan, dan mudah diakses (Ps.4-5)
2.      Ringkasan Informasi produk dan/atau layanan, yang sekurang-kurangnya memuat manfaat, resiko, dan biaya produk dan/atau layanan, dan syarat ketentuan (Ps.8)
3.      Dokumen Syarat dan Ketentuan produk dan / atau layanan kepada Konsumen, yang wajib disampaikan kepada Konsumen sebelum Konsumen menandatangani perjanjian produk dan/atau layanan.(Ps.11)
4.      Pedoman Penetapan biaya atau harga produk dan/atau layanan jasa keuangan. (Ps.13)
5.      Menyelenggarakan Edukasi yang disusun dalam suatu program tahunan (Ps.14)
6.      Menyusun Perjanjian Baku sesuai peraturan perundang-undangan, dan POJK No. 1 (Ps. 22).
7.      Menyediakan layanan khusus untuk Konsumen dengan kebutuhan khusus (Ps.24)
8.      Surat Pernyataan tertulis dari Konsumen jika Konsumen tidak berkeratan PUJK memberikan data informasi pribadi kepada pihak lain.(Ps. 31)
9.      Mekanisme Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan bagi Konsumen (Ps.32)
10. Membentuk Unit Kerja dan/atau fungsi untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan Konsumen (Ps.36)
11.  Sistem Pengawasan bagi Direksi atau pengurus dalam rangka perlindungan konsumen dan Sistem Pelaporan untuk menjamin optimalisasi pengawasan Direksi atau Pengurus terhadap ketaatan pelaksanaan ketentuan POJK No. 1 (Ps.47)
12.  Kebijakan dan Prosedur tertulis Perlindungan Konsumen, dituangkan dalam SOP dan dijadikan panduan. (Ps. 49)
13.  Sistem Pengendalian Internal Perlindungan Konsumen, sekurang-kurangnya mencakup kepatuhan PUJK, sistem pelaporan dan monitoring tindak lanjut pengaduan konsumen. (Ps.50).
14.  Perjanjian Baku yang telah dibuat oleh PUJK sebelum berlakunya POJK ini wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 22, paling lambat pada saat POJK diundangkan berarti tanggal 6 Agustus 2014.Ps. 54
15.  Memiliki Kelengkapan Intenal untuk melaksanakan POJK ini paling lama 1(satu) tahun terhitung sejak POJK diundangkan, berarti paling lambat tanggal 6 Agustus 2014. (Ps.56).

Berdasarkan Ketentuan penutup Pasal 55 dituliskan bahwa Ketentuan Pelaksanaan yang mengatur bahwa Ketentuan Pelaksanaan yang mengatur perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan POJK ini. Apakah ini berarti Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan secara triwulan kepada Bank Indonesia (SE No. 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008 - PBI No. 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah) tetap harus dikirimkan? Berarti per September 2014 ini, kita wajib mulai mengirimkan 2 (dua) macam laporan triwulan, yaitu yang Sesuai SEOJK No. 2 tahun 2014 dan SE No. 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008. Yang sesuai PBI kita mengisinya dengan Nihil bila tak ada pengaduan, dan laporan yang untuk POJK kita wajib mengisinya dengan angka 0 bila tak ada pengaduan.

Dan dengan dikeluarkan SE No. 14 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen, maka pekerjaan kita menjadi bertambah kembali, kita PUJK wajib menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen yang paling kurang memuat:
a. menjelaskan secara tertulis dan/atau lisan kepada Konsumen mengenai tujuan dan konsekuensi dari pemberian persetujuan tertulis serta pemberian dan/atau penyebarluasan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a; dan
b. meminta persetujuan tertulis dari Konsumen dalam hal PUJK akan memberikan dan/atau menyebarluaskan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen kepada pihak ketiga untuk tujuan apapun, kecuali ditetapkan lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan Data/Informasi Pribadi Konsumen adalah :
a. perseorangan:
1) nama;
2) alamat;
3) tanggal lahir dan/atau umur;
4) nomor telepon; dan/atau
5) nama ibu kandung.
b. korporasi:
1) nama;
2) alamat:
3) nomor telepon;
4) susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen identitas berupa Kartu Tanda Penduduk/paspor/ijin tinggal; dan/atau
5) susunan pemegang saham.


Dan ada ketentuan peralihan yang harus menjadi perhatian kita :
1. Setiap klausula dalam dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan yang mengatur mengenai penggunaan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen yang telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. PUJK wajib menyampaikan pemberitahuan penyesuaian klausula sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Konsumen.
3. PUJK wajib mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 sejak berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini melalui sarana komunikasi yang dapat diakses oleh Konsumen atau yang telah disepakati sebelumnya dengan Konsumen.

Jadi untuk Nasabah yang baru pada saat mengisi Aplikasi Nasabah dapat kita tambahkan tulisan :
1. Setuju / Tidak setuju BPR memberikan dan/atau menyebarluaskan Data dan/atau Informasi Pribadi saya kepada pihak ketiga untuk tujuan apapun.
2. Setuju / Tidak setuju BPR memberikan dan / atau menyebarluaskan Data dan /atau Informasi Pribadi saya untuk tujuan Promosi Produk BPR.
Untuk nasabah lama kita wajib mengirimkan pemberitahuan mengenai penyesuaian klausula tersebut bila memang di BPR kita  menggunakan data nasabah untuk kepentingan pihak lain.

Peraturan OJK, SE OJK bahkan Rancangan POJK saat ini tidak lagi dikirimkan lewat pos, atau dengan pemberitahuan. Kita harus rajin-rajin menengok website OJK dan meng klik “regulasi” dan jika ingin mendapatkan lampiran-lampirannya jangan meng klik gambar PDF tapi klik lah tulisannya, sehingga Lampiran-lampirannya akan muncul.

Semoga tulisan ini membantu dalam melaksanakan POJK No. 1 tahun 2013 ini. Selamat mengimplementasikan POJK No. 1 tahun 2013 dalam seluruh kegiatan operasional BPR.

Jumat, 12 September 2014

MUSYAWARAH untuk MUFAKAT, Kearifan Lokal yang Terlupakan



Enam hari mengikuti Workshop Mediasi di Sektor Jasa Keuangan, kembali saya diingatkan dengan satu kearifan lokal yang sepertinya sudah terlalu sering kita lupakan. Musyawarah untuk mencapai Mufakat. Saya kali ini bukan ingin menuliskan materi selama enam hari yang telah saya dapatkan tentang Mediasi, tapi saya ingin menuliskan tentang sebuah kearifan lokal yang bernama Musyarawarah untuk mencapai mufakat.

Sebagai seorang yang didalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, dari sejak kecil kita sudah kenal dengan Musyawarah untuk mencapai mufakat. Jika ada perbedaan maka langkah yang akan ditempuh pertama kali adalah musyawarah untuk mencapai mufakat, jika musyawarah gagal baru ditempuh pengambilan suara atau voting.  Tapi kenapa dalam menentukan pemimpin kita, kita tak pernah mendahulukan musyawarah untuk mencapai mufakat, membuat keputusan bersama-sama dan menghasilkan aklamasi. Kenapa kita selalu mendahulukan Voting ? Benarkah Voting adalah yang terbaik? Tabukah musyawarah untuk mufakat yang menghasilkan aklamasi dalam menentukan pemimpin yang akan meminpin kita di era sekarang ini? Kenapa selalu muncul kalimat “tak kan kami biarkan dia melenggang begitu saja tanpa lawan” sehingga kita kadang terpaksa memunculkan calon-calon yang sebenarnya tak siap menjadi pemimpin, dan akhirnya berunjung konflik yang mengganggu organisasi?

W.A Robson, dalam The University Teaching of Social Sciences (Unesco 1954) menjabarkan bahwa musyawarah sangat berbeda dengan voting. Voting cenderung dipilih oleh sebagian besar negara demokrasi karena lebih praktis, menghemat waktu dan lebih simpel daripada musyawarah. Kemudian juga karena faktor geografis pemilihan yang tersebar berserakan dan adanya keterbatasan waktu serta dana. Muncul pertanyaan dalam benak saya, kenapa kita yang berkumpul dalam satu ruangan untuk memilih seorang pemimpin, lebih mendahulukan melakukan voting ketimbang musyawarah untuk mencapai mufakat? Bahkan Muhammad Hatta, Bapak Koperasi kita, mengajarkan untuk mengedepankan kerendahan hati dalam semua urusan yang terkait dengan musyawarah untuk mufakat. Semua sepakat bahwa segala keputusan dilakukan dengan musyawarah, dan TIDAK ada satu pun niat untuk melakukan voting.

Bahasa yang santun, dan budaya tatakrama dijunjung tinggi diatas semua kepentingan. Sebanyak pengajuan dan usulan yang masuk, sebanyak itulah waktu yang kita gunakan untuk mendapatkan mufakat. Kita tidak perlu khawatir dengan Dana dan Waktu, karena semua anggota organisasi sudah berkumpul dalam satu ruangan dan mencurahkan perhatiannya sepenuh hati. Dengan demikian saya meyakini kita akan mendapatkan seorang pemimpin yang jauh lebih baik dari pemimpin yang dihasilkan dari Voting. Konflik yang menguras tenaga dan merugikan organisasipun bisa kita hindari.

Sejarah konflik internal dalam organisasi seharusnya bisa membuat setiap anggota organisasi untuk berhati-hati dalam menilai diri sendiri, melihat momentum dan menyikapi perbedaan. Ada pembelajaran konflik yang dapat dirasakan bersama sebagai semacam nilai-nilai baru yang harus dipegang teguh. Nilai-nilai baru itu adalah keyakinan bahwa konflik itu merusak dan tidak menguntungkan siapapun termasuk pihak yang menang. Pemilihan pemimpin kadang sering diwarnai oleh persaingan yang kadang kala tak sehat dan konflik antar kandidat yang acapkali memecahbelah organisasi. Konflik hanya akan membuka ruang orang lain untuk intervensi dan mengacak-acak internal organisasi dan pada gilirannya mengkerdilkan organisasi yang kita cintai ini. Harusnya konflik membuat kita lebih dewasa. Kita harusnya mampu menekan egoism personal dan mendahulukan kepentingan besar organisasi kita agar tetap solid dan kompak.

Mengapa voting atau pemungutan suara sepertinya menjadi satu-satunya mekanisme demokratis yang tersedia. Padahal Aklamasi itu juga demokratis karena dihasilkan dari musyawarah untuk mufakat, selain itu lebih berkarakter Indonesia, itulah kearifan lokal Indonesia yang sesungguhnya. Permusyawaratan untuk mencapai mufakat itu terasa lebih manusiawi daripada sekedar pertarungan kekuatan. Voting menghasilkan kemenangan atau kekalahan, sementara hasil dari aklamasi adalah kebijaksanaan.

Namun karena adanya anggapan bahwa mekanisme musyawarah akan memakan waktu yang sangat lama, apalagi dalam musyawarah diperlukan argumen-argumen yang logis serta dapat dicerna dengan baik untuk memperoleh mufakat, dalam musyawarahpun diperlukan kejernihan berfikir, dan juga pendapat sebagian besar orang bahwa berargumen dalam musyawarah hanyalah akan menghadirkan debat kusir., itulah beberapa alasan yang menurut saya yang menyebabkan kita saat ini lebih memilih bermudah-mudah voting dari pada bersulit-sulit musyawarah menuju mufakat.
Sebenarnya punya argumen, pilihan dan pendapat yang berbeda sah-sah saja , karena menurut saya Perbedaan itu sebuah rahmat, tetapi jika perbedaan itu  menyebabkan konflik maka akan merusak dan merugikan semua pihak. Dari pengalaman itu juga saya sampai pada kesimpulan bahwa aklamasi adalah mekanisme demokrasi yang khas Indonesia dan patut digelorakan di organisasi kita.

Pakde Karwo dalam suatu kesempatan pernah berkata demikian,  “Kalau ada 10 orang, 9 di antaranya gila dan hanya 1 orang yang waras, apa iya kita akan ikut yang 9 orang?”. Demokrasi memang tak bisa kita tolak. Tapi kita, masyarakat Indonesia memiliki Musyawarah Mufakat sebagai mekanisme organisasi.

Hari ini, kita mengingat kembali Musyawarah untuk mufakat, kita semua bisa berunding, berhak mengajukan sesuatu namun dengan mengedepankan kerendahan hati dalam mencari jawaban, mendahulukan kepentingan organisasi. Voting bukanlah satu-satunya pilihan utama, dan Musyawarah untuk mufakat untuk menghasilkan Aklamasi  itu juga bukan barang yang tabu.

Tetapi saya juga ingin mengingatkan, aklamasi itu juga bukan harga mati. Kalau memang tidak tercapai kata sepakat, maka harus ada pemilihan atau voting, one man one vote untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin kita. Tetapi Voting adalah pilihan terakhir bukan yang utama. Yang utama adalah kembali kepada kearifan lokal kita MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT. Bukankah pemimpin kita dipilih dalam ajang Munas dan Munas adalah Musyawarah Nasional, dimana kita semua berkumpul dengan mengedepankan Musyawarah untuk mufakat? (Disarikan dari berbagai sumber).