Masih amat teringat dalam benakku, bagaimana kenakalan-kenakalan aku
saat aku menjadi seorang karyawan. Aku tak memulai sesuatu tiba-tiba di
atas. Aku memulainya semua dari bawah. Aku juga pernah bekerja sebagai
karyawan rendahan. Dari seorang operator komputer di sebuah perusahaan
yang besar, dan aku hanya menjadi operator komputer untuk divisinya yang
paling kecil. Dengan gaji yang sebenarnya habis untuk membeli bensin
mobilku. Tapi aku menjalaninya dengan amat bahagia. Waktu itu aku baru
lulus SMA, dan iseng aku melamar karena membaca sebuah lowongan
pekerjaan di kampus. Tanpa proses yang berbelit--belit aku diterima. Aku
yakin dengan kemampuanku, komitmenku dan aku yakin yang mewawancaraiku
pasti tertarik dengan jawaban-jawabanku.
Aku yakin aku
bekerja dengan baik, sehingga bos ku meminta aku untuk bergabung di
perusahaan pribadinya setelah kontrakku disini selesai. Siapa sih yang
tidak bahagia, tak pernah melamar tiba-tiba diminta untuk bergabung.
Tentu saja aku menyambutnya dengan antusias. Ibu ku jelas makin marah
luar biasa. Komunikasi ku dengan ibu makin berantakan.
Demi
menyelesaikan skripsi akhirnya aku kembali ke SMA ku, niatnya hanya
untuk penelitian saja, tapi suster kepalaku meminta aku mengajar, karena
jelas-jelas aku kuliah di IKIP. Aku sudah menolak dengan segudang
alasan.. tapi susterku memaksa. Dari satu mata pelajaran sampai akhirnya
menjadi tiga mata pelajaran. Pagi mengajar, siang kerja di bosku.
Skripsi tak kunjung selesai. Komunikasiku dengan ibu makin dan semakin
berantakan. Ulangan yang menumpuk yang harus aku periksa, kerjaan kantor
juga makin menuntut perhatian karena usaha bos ku makin maju.
"Berapa
gajimu menjadi guru?" tanya bosku... kusebut sejumlah yang membuat
matanya membelalak heran. "Berhenti jadi guru..kerja saja disini setiap
hari dengan jam kerja dari jam B sampai jam 5, saya bayar dua kali lipat
dari yang kamu terima jadi guru..", perintahnya. Kepalaku tambah
pusing. Membayangkan tugas guru yang tak enak. Membuat soal dan
memeriksa, setiap minggu harus ulangan. Tiga mata pelajaran, belum lagi
harus belajar karena harus lebih pintar dari muridnya. masih ditambah
orang tua murid yang datang ke rumah meminta anaknya mendapatkan nilai
yang baik agar bisa naik kelas.. malas sekali aku. Tawaran tadi amat
menggiurkan. Akhirnya aku mengundurkan diri dari sekolah. Heran juga..
buat apa kalau begitu aku sekolah di IKIP kalau tawaran bekerja lebih
menarik untukku. Ibu ku tambah kecewa.. makin berantakanlah hubunganku
dengan ibu.
Agar ibu tak terlalu kecewa buru-buru
keselesaikan urusan kelulusan.. aku pindah jalur dari skripsi menjadi
komprehensip. Aku yakin aku akan lulus, karena dosen-dosenku mengenal
aku dengan baik dan aku selalu membina komunikasi yang baik dengan
dosen-dosenku. Seperti dugaanku nilai ujian kompreku memuaskan. Walau
aku lulus ibu tetap tak bahagia.. "bagaimana bisa S2 kalau kamu
mengambil komprehensip bukan skripsi" begitu amarah ibu. Aku menjawab
dalam hati.. aku nanti mau menjadi ibu rumah tangga saja.. jadi tidak
perlu S2.. dan kusimpan semua keinginan untuk kuliah S2. (Setelah kuliah
di S2 baru kutahu kalimat ibu itu benar.. tanpa skripsi..aku seperti
orang paling beloon di kelas).
Loyalitasku tinggi
sekali pada bosku.. bertahun-tahun aku mengikutinya. Dari yang hanya
tukang entry sampai menjadi tangan kanan bos. Bosku amat dekat padaku.
Amat baik padaku. Amat percaya padaku dan amat-amat lainnya. Dikantorku
tak ada mesin absensi, sebagai akibatnya bosku amat rajin menelpon
setiap pagi .. mengecek siapa yang sudah datang dan yang belum datang.
"Farida sudah datang..?".. sudah bu,, mana saya mau bicara,, "Dari sudah
datang.."..sudah bu.. mana saya mau bicara..dan karyawan selanjutnya.
Sampai suatu saat kami bersepakat kalau terlambat dan bos sudah menelpon
..katakan ya kalau di toilet.. Sekali dua kali aman.. tapi
sepandai-pandainya tupai melompat ya akhirnya jatuh juga. Akhirnya aku
mendapat teguran keras, karena bosku amat percaya padaku, tapi aku
berani menipunya. Setelah itu.. aku bisa menjadi lebih bijaksana..
meminta pengertian teman untuk menjadi apa adanya saja. Terlambat ya
mengaku saja terlambat.
Bekerja bertahun-tahun ternyata
membosankan juga. Aku iseng melamar disebuah bank umum. Aku yakin 100%
pasti aku diterima, apa yang di test pada ku aku bisa, dan aku yakin
pasti yang mewawancara aku akan tertarik padaku. Akhirnya aku bingung
sendiri. Meninggalkan bos atau menjadi karyawan bank. Akhirnya aku tetap
pada bosku. Ibuku tambah marah luar biasa. Ibuku ingin aku kerja di
bank, apalagi pihak bank menelpon terus menerus ke rumah minta aku
bergabung dan ibu yang menerima. Segudang nasihat tak mempan membuatku
pindah. Aku malas jadi bawahan, lebih enak jadi bos kecil di tempat
bosku. Disana aku bisa belajar banyak hal.
Entah kenapa
partner bosku menawarkan aku untuk ikut dia. Mungkin saat itu aku
sedang error tanpa pikir panjang aku mengajukan pengunduran diri pada
bosku. Padahal jelas-jelas kalo bosku tahu dia akan berang luar biasa.
Akhirnya aku pindah di tempat partner bosku. Baru sebulan aku sudah tak
kerasan. Kerjanya hanya jalan-jalan saja seperti tak ada kerjaan. Aku
melamar di perusahaan Jepang yang sangat terkenal. Di wawancara oleh
orang jepang, dengan bahasa inggris ala kadarnya aku menjawab. Entah apa
kriterianya.. aku diterima bekerja disini. Apa karena aku satu lift
dengan yang mewawancarai aku saat aku pertama kali datang.. dan saat aku
duduk dihadapan nya aku makin yakin dia akan tertarik untuk menerimaku.
Setelah diterima aku bingung sendiri. Tak enak mengajukan pengunduran
diri. Ibuku marah ... karena aku tak juga mau memanfaatkan kesempatan
yang tak selalu datang untuk kedua kalinya. Ah.. aku malas.. kerja di
Cibitung.. jadi karyawan rendahan, lebih baik ikut partner bosku, jadi
tangan kanannya.
Mantan bosku selalu menelpon..
memintaku kembali. Entah mungkin aku sedang error karena tak banyak
kerjaan di tempat partner bosku..aku akhirnya minta maaf dan mengatakan
aku ingin kembali saja ke bosku yang dulu. Partner bosku
bertanya..apakah gajinya kurang.. bukan masalah gaji.. tapi aku malas
kalau tak ada kerjaannya.
Akhirnya aku kembali lagi pada bosku. Ibuku tambah pusing..hubunganku tambah buruk dengan ibuku.
Sampai
akhirnya aku memutuskan untuk berhenti karena aku sudah berkeluarga dan
aku telah hamil. Bosku kecewa..kecewa luar biasa. Saat aku keluar
hubungan kami menjadi tidak baik. Dia kecewa..aku kecewa. Tapi Tuhan
mempertemukan kami kembali dan memperbaiki hubungan kami. Dan hubungan
kami baik sampai saat ini.
Jadilah aku pengangguran..
bukankah aku kemarin pernah menjawab dalam hati aku ingin menjadi ibu
rumah tangga.. jadilah aku ibu rumah tangga.. dan ternyata jadi ibu
rumah tangga itu tidak membuat aku bahagia. Isinya aku hanya meributkan
suamiku yang pulang terlambat karena aku sendirian di rumah. Cemburu
besar jika suami keluar kota atau keluar negeri. Makin pusing... ibupun
makin pusing dan memutar otak...
Intinya ibu tak ingin aku hanya menjadi ibu rumah tangga.
Kita
buat BPR, apakah mau mengurus. Ya daripada mengecewakan ibu terus
menerus, aku mengangguk-angguk saja. BPR apa saja aku tak tahu.. yahhh
yang penting ibu bahagia dulu lah.