17 Agustus 2014 ini akan menyisakan satu kejadian yang menjengkelkan. Walau kucoba untuk berkali-kali menekan perasaanku untuk memaafkan. Tapi masih juga aku rasanya masih tidak ikhlas.
Anis, gadis yang akhirnya baru aku tahu baru duduk di kelas dua SMA, itu pergi dari rumah karena dijemput ayah tirinya tanpa sepengetahuanku. Sudah dari tanggal 11 Agustus anak itu ada disini bekerja sebagai pembantu di rumah karena dibawa oleh pembantuku yang lama. Keduanya diantar oleh yang biasa menyiapkan tenaga pramuwisma untuk rumahku.
Bukan pada masalah uang yang telah aku keluarkan untuk perjalanan dari kampungnya ke rumahku. Tapi lebih pada etika. Bagaimana orang yang mengaku sebagai bapak tiri mengajak anaknya untuk kabur dari rumahku tanpa harus menunggu aku kembali, atau minimal menghubungi aku dan pamit dengan baik-baik.
Aku jadi memikirkan anak itu. Apakah benar bisa aman bersama ayah tirinya, jika ayah tirinya punya kelakuan seperti ini. Bisa mengelabui aku ketika aku curiga dengan mobil Panther berwarna gold yang berhenti di depan rumahku. Saat aku tiba di rumah, aku merasa curiga dengan mobil yang berhenti di depan rumahku. Kemudian aku segera turun dan mengamati mobil tersebut karena sepintas aku seperti melihat Anis masuk ke dalam mobil itu. Dan ketika aku mendekat sepertinya dia sengaja membuka semua jendela seolah mempertontonkan bahwa di dalam mobilnya tidak ada siapa-siapa. Tapi hatiku mengatakan anak itu ada di dalam. Tak ingin mencari keributan aku mengecek dahulu kedalam rumah..dan terpaksa membiarkan mobil itu melenggang pergi.
Anis, yang baru kukenal seminggu, memang meninggalkan tanya. Ditinggal ibunya bekerja sebagai TKW sejak usia dua tahun. Dan terakhir katanya ikut dengan neneknya, karena tak cocok dengan ayah tirinya. Katanya pula ayah tirinya selalu mengadukan hal-hal yang buruk kepada ibunya. Tapi herannya ia toh juga mau dijemput oleh ayah tirinya. Dari mana ayah tirinya tahu alamatku kalau bukan dia yang memberitahu.
Jadi aku berkesimpulan, anakku itu memang ingin kembali ke rumah. Setelah kabur dari rumah ibunya, dan ikut saudaranya bekerja di rumahku. Apakah aku harus menahan anak dua SMA yang ingin kembali ke rumah dan ingin kembali ke bangku sekolah ? Rasanya tak ada alasan untuk itu.
Hanya sayang saja, kenapa nyali ayah tirinya begitu kerdil. Dia lebih suka membawa anaknya pergi dari rumah tanpa pamit, dari pada menyelesaikan semuanya baik-baik dan memamitkan anaknya.
Kembali aku menekan perasaan ku dan mengatakan mungkin karena tinggal di desa dia kurang mengerti tata krama. Tapi menurutku orang di desa malah lebih menyanjung tatakrama dan sopan santun dibanding orang yang sudah tinggal di kota.
Walau aku merasa kuatir dan sakit hati dengan sikapnya, tapi sudahlah. Memperkarakan juga hanya menyusahkan anaknya dan menyusahkan diriku sendiri.
Cukup menenangkan diri.. menghilangkan seribu kuatir ...
Semoga kelak Anis tak menganggap kabur adalah penyelesaian yang terbaik dari semua jalan keluar yang ada. Apalagi ayah tirinya telah mencontohkan hal itu dan mengajaknya untuk melakukan kabur dari rumah. Semoga ayah tirinya menjemput karena rasa sayang bukan karena hal-hal yang lain yang tak baik.
Semoga Anis pulang karena Anis memang ingin pulang bukan karena terpaksa dan takut.
Semoga Anis nanti makin bisa mempertanggung jawabkan setiap keputusan-keputusannya, sehingga tak lagi menyusahkan banyak orang.
Semoga dia bisa MERDEKA dalam arti sebenarnya.
#Pembantu atau pramuwisma amat dibutuhkan setiap ibu bekerja, tapi persoalan yang dihadapi bukan cuman masalah bagaimana mencari, bagaimana mengajarinya, bagaimana membuatnya betah.. tapi banyak masalah yang lain.. salah satunya kabur dari rumah. Pemberi kerja sepertinya hanya punya kewajiban dan tak punya hak.. bahkan hak untuk dipamiti sebelum pergi meninggalkan rumah pun tak punya. Kasihan ya...