Di Uluwatu kemarin, seekor monyet menyambar kacamataku tanpa ampun. Membawanya ke atas pohon kemudian menggigit dan menekuk-nekuk. Aku cuman bisa diam, tanpa kacamata aku tak bisa melakukan apa-apa. Heni sepupuku malah sibuk memotret monyet yang membawa kabur kacamataku. Seorang bapak menghampiri kami dan membantu kami agar kacamataku kembali. Kacamata itu memang akhirnya kembali setelah ditukar dengan kacang. Tapi kondisinya tak seperti semula lagi. Jika dipakai rasanya jalan yang kulalui menurun semua.
Kacamata sudah parah seperti ini saja masih menjadi perhatian monyet. Hahh benar-benar repot berjalan diikuti monyet. Dua ekor monyet ini masih saja membuntuti kami. Bahkan kaki Ika, pun menjadi sasaran empuk monyet. Hanya urusan sepele.. monyet tertarik pada bunga kamboja yang menempel di sandal jepit Ika. Ika sampai ingin membuang sandal jepitnya saja, tapi logikanya cepat jalan, bunga kamboja segera ditarik dari sandalnya dan dilempar ke arah monyet. Barulah monyet itu pergi meninggalkan kami.
Masuk Uluwatu sebenarnya kami sudah berusaha meminimalkan resiko. Dari meninggalkan tas di mobil, semua Handphone pun dilepas semua dari tangan demi sebuah keamanan. Hanya kamera saja yang aku kantongi. Itupun kalau memotret kami sudah bersepakat untuk memegang erat-erat. Kacamatapun juga aku pegangi terus menerus setiap seekor monyet mendekat. Bahkan kami sempat ingin meminta seorang ibu yang menawarkan jasa mengamankan dari gangguan monyet untuk mengawal kami, tapi akhirnya kami batalkan karena jumlah yang diminta kami anggap terlalu besar. Ibu ini sepertinya lupa kalau kami ini hanya turis lokal saja.
Selama dalam perjalan mengelilingi Uluwatu sudah beberapa orang terampas kacamatanya. Ada yang kembali ada yang tidak. Sebenarnya saat aku berfoto aku merasa ada seekor monyet yang mendekati aku. Tapi karena muka monyet tersebut tak mengarah padaku aku merasa aman. Walau katahatiku berkata, hati-hati monyet itu menunggu kesempatan. Tapi karena aku melihat dia tak melihat ke arahku, maka berposelah aku tanpa memegang kacamataku. Tiba-tiba dalam hitungan detik.. kacamata itu sudah berada di atas pohon bersama monyet.
Betapa cerdiknya seekor monyet dan betapa cepatnya menangkap peluang. Itulah yang aku pelajari dari kejadian perampasan kacamataku. Seharusnya dalam bekerja kita juga harus seperti itu. Tak terlihat mengamati lawan.. tapi cepat menangkap peluang sebelum dimakan oleh lawan. Dan betapa gigihnya monyet dalam mengejar target.. sebelum berhasil tak akan pernah ada kata menyerah.
Dan lihat bagaimana monyet menarik perhatian sehingga semua menatap kepadanya, saat ku disana seekor monyet bergantungan di tiang bendera dan menggoyangkan ke kiri dan ke kanan sambil bersuara, sehingga semua mata menatap ulahnya ditiang bendera. Sebenarnya moment yang manis untuk difoto..tapi terima kasih deh..aku lebih senang kehilangan moment daripada kehilangan kamera.
Atau seekor monyet yang sengaja naik ke kap mobil, menabrak tempat sampah sehingga menimbulkan suara yang hingar bingar.. Begitulah cara monyet menarik perhatian.
Satu lagi pelajaran yang aku dapat.. meminimalkan resiko ternyata tak cukup.. tapi kita perlu mengantisipasi jika terjadi hal-hal yang diluar perkiraan kita. Jika kacamata terampas apa planning kita, lalu apa usaha kita agar kita tak diganggu monyet. Nah..itu semua tak pernah terpikir. Walau akhirnya terpikir.. kami membawa kemana-mana sebuah ranting pohon agar tak didekati monyet. Mendekatkan ranting pohon pada kamera jika kami ingin memotret, mendekatkan ranting pohon ke kacamata saat monyet mendekati. Terbukti manjur.
Tapi kadang aneh juga.. kita kesana katanya ingin melihat monyet.. tapi malah jadi terganggu karena monyet.. dan ingin monyet menjauh dari kita.. ibarat benci tapi rindu.
Di uluwatu aku belajar pada monyet.. ternyata mereka memang lebih cerdas daripadaku..
Pemandangan di Uluwatu itu indah..amat indah malah.. tapi kenangannya tak seindah kenangan bersama monyet..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar