Biar Disapu Ombak

Biar Disapu Ombak
Lupakan.. lalu semuanya akan selesai...

Jumat, 23 November 2012

OJK antara Harapan dan Kenyataan..

Ketika seorang teman memposting berita tentang pungutan OJK yang maksimal 0,06%, dan kemudian saya timpali dengan hasil sosialisasi  RPP tentang pungutan OJK maksimal dijelaskan 0,075% di grup, bermunculanlah komentar-komentar dari teman-teman saya, yang sama-sama merupakan Praktisi BPR. Tak ada satupun yang bernada menyambut dengan positif, semuanya menanggapi dengan sinis bahkan ada yang hampir emosi. Bisa-bisa kita kerja bakti untuk membiayai LPS dan OJK, negeri ini apa mau bangkrut  kok lembaga negara munguti iuran, yang membentuk pemerintah kenapa kita harus bayar, bisa-bisa kembali ketahun 90an ada tawar menawar hasil audit dengan oknum auditor, begitu sebagian komentar yang terpampang di grup.

Bahkan sahabat saya yang sedang emosi karena membaca posting di grup menuliskan demikian, kita ini sudah bayar beraneka macam pajak, pajak penghasilan karyawan, pajak atas bunga tabungan dan deposito, pajak badan, pajak deviden, premi LPS, pajak reklame, pajak pemasangan spanduk, pajak kendaraan, sumbangan untuk aparat setempat, biaya-biaya tak resmi, sekarang kenapa ditambah OJK. Bahkan ada juga yang menuliskan demikian.. lah mereka itu kan yang butuh memeriksa kita, kita sih tidak butuh diperiksa, mau periksa silahkan, tidak ya sudah. Kalau punya uang silahkan periksa kalau gak punya uang ya jangan maksa kita bayar.

Beberapa malah menyesalkan UMR yang naik. Belum lagi ketatnya persaingan, kadang membuat kita keluar biaya untuk memenangkan persaingan. Sepertinya lengkap sudah penderitaan kita. Bahkan saat di kelas saya diminta untuk menyampaikan hasil sosialisasi kepada teman-teman seperjuangan di S2, malah ada yang mau pulang karena malas mendengar, ada yang berapi-api menanggapi, dan malahan ada yang ingin mengajak untuk demo. Intinya tetap senada, untuk apa ada OJK jika hanya untuk memberat-beratkan saja. Benarkah perbankan yang sehat bisa tercipta dengan kita membayar pungutan.

Bahkan ada yang bertanya.. kalau mereka menyalahgunakan pungutan apa sanksi untuk mereka. Bahkan ada yang berbisik "mereka lebih suka kita yang membayari keperluan OJK daripada menggunakan dana APBN.. kalau diselewengkan tak tersentuh KPK". Apa iya sih karena itu maka dana APBN perlahan-lahan dikurangi dan kemudian ditiadakan. Pungutan OJK pada masa transisi tahun 2013 adalah 50%, kemudian 2014 menjadi 75% dan tahun 2015 semuanya sudah menjadi tanggung jawab semua lembaga yang kena pungutan, yaitu menjadi 100%. Jangan salah, pentahapan ini hanya berlaku untuk pungutan berkala tahunan, namun untuk pungutan lainya sudah diberlakukan 100% mulai tahun 2013, misalnya biaya-biaya perijinan dan biaya aksi korporasi.

Saat sosialisasi pun penggunaan kata "Pungutan" menjadi komentar dari berbagai pihak, karena konotasinya kurang baik. Padahal kata "Pungutan" sudah tercantum di Undang-undang No. 21 tahun 2011, tentu saja kata "pungutan" tak bisa lagi diganti dengan kata yang konotasinya lebih baik. Lihat saja di Pasal 37 :

Pasal 37
(1) OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
(2) Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK.
(4) OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara akuntabel dan mandiri.
5) Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Beberapa kawan berbisik-bisik, beginilah kalau membuat UU saat RUU tak mau melibatkan asosiasi. Apapun komentar yang dilontarkan, jawabannya pasti adalah "ini amanat Undang-undang".

Beberapa peserta pun melontarkan agar OJK itu tidak memungut dari perbankan, tapi bisa meminta kepada LPS saja sebagian premi yang disetor oleh industri perbankan, toh jika OJK bekerja dengan baik mengawasi bank, maka tak ada Bank yang perlu lagi ditalangi oleh LPS. Apalagikan perhitungan premi LPS dianggap sudah memberatkan dan tidak fair.

Ada juga yang meminta agar jika pungutan yang melebihi kebutuhan OJK sebaiknya dikembalikan lagi untuk pemberian insentif kepada Industri agar pungutan tahun berikutnya dapat diturunkan, karena OJK masih mempunyai dana untuk operasional. Tapi.. rasanya jarang juga ya ada kelebihan, apalagi sudah dikatakan bahwa pungutan ini sudah minim, sudah paling murah dibandingkan negara-negara lain. Tapi lagi-lagi..usulan ini pun terbentur pada kalimat "ini sudah amanat undang-undang". Kita ke Mahkamah Konstitusi saja, kata seorang teman dengan gemasnya.

Komentar mengenai pungutan yang tak memikirkan "letak daerah" juga menjadi sorotan. Seharusnya daerah-daerah yang masih belum tersentuh oleh perbankan mendapat insentif, jangan dipukul rata dalam pembebanan biaya perijinannya.

Saya ajak sebentar untuk membuka Undang-undang No. 21 tentang OJK ini :
BAB III
TUJUAN, FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG

Pasal 4
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.

Pasal 5
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Pasal 6
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Pasal 7
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. sistem informasi debitur;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank;
c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. pemeriksaan bank.

Pasal 8
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal 9
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1. izin usaha;
2. izin orang perseorangan;
3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. surat tanda terdaftar;
5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. pengesahan;
7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8. penetapan lain,
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dan apa yang melatarbelakangi pungutan OJK, dalam sosialisasi disampaikan bahwa, seperti yang telah saya sampaikan tadi di atas bahwa pungutan ini adalah melaksanakan amanat UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK, sebagai alat penegakan hukum dalam meningkatkan kedisiplinan dan ketertiban pasar di sektor jasa keuangan, mewujudkan pembiayaan kegiatan OJK yang sewajarnya mandiri dengan bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor keuangan, dan mengurangi beban APBN.

Dan juga disampaikan dalam sosialisasi ini, bahwa penentuan besaran pungutan ini sudah memperhatikan pihak-pihak yang melakukan kegitatan di sektor jasa keuangan, dikatakan bahwa telah dilakukan analisis yang mendalam terhadap dampak pungutan terhadap pendapatan, beban operasional, serta tingkat pengembalian kepada investor, dan juga karena memproyeksikan kebutuhan untuk pembiayaan OJK yang harus mandiri ditahun 2017. Dikatakan pengaruh ke CAR atas pungutan ini hanya 0,013%. 

Soal NIM perbankan yang tinggipun disini menjadi bahan perdebatan. Kalau hanya melihat NIM memang kelihatan tinggi tapi seharusnya melihatnya secara utuh jangan sepotong-sepotong. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh perbankan itu banyak sekali. Bahkan ada yang membagi biaya menjadi demikian cost internal dan cost external. Cost internal adalah biaya yang memang harus dikeluarkan dalam internal bank. Dan eksternal itu terdiri dari Biaya yang dibebankan oleh Regulator seperti Pajak, Premi dan pungutan-pungutan baik resmi maupun tak resmi, dan Biaya Persaingan, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memenangkan persaingan. Kita diminta untuk menurunkan suku bunga kredit, melakukan efisiensi disegala bidang, karena dianggap perbankan tidak efisien. Tapi disatu sisi kita diminta membiayai satu lembaga, yang kita tak tahu apakah mereka efisien atau tidak dalam menjalankan amanat Undang-undang, yang jelas dari biaya untuk menggaji orang-orang yang ada didalam OJK  tak bisa dikatakan murah. 

Pungutan OJK yang dibebankan, katanya akan digunakan untuk melakukan pengawasan, pengembangan, perlindungan konsumen dan melakukan GCG.

Besaran pungutannya bervariasi, biaya Pengaturan, Pengawasan, Pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun, untuk Bank Umum dan BPR baik syariah maupun konvensional adalah setinggi-tingginya 0,075% dari total Assets hasil audited terakhir.

Besaran biaya perijinan, persetujuan, pendaftaran dan pengesahan lembaga, untuk BPR adalah Rp. 50.000.000,00 per perusahaan.

Biaya penyediaan data dan atau informasi tertulis yang diberikan atas permintaan tertulis pihak eksternal OJK adalah Rp. 10.000.00,00 / dokumen/informasi.

Sanksi administratif yang akan diberikan apabila kita lalai membayar pungutan adalah denda sebesar 2% perbulan dari jumlah pungutan yang wajib dibayar, paling banyak 24 bulan. Selain ada sanksi administratif juga adal sanksi berupa :
1. Peringatan tertulis
2. Penundaan pemberian pernyataan efektif
3. Pembatasan kegiatan usaha.
4. Perintah penggantian manajemen
5. Pembatalan persetujuan
6. Pembatalan pendaftaran
7. Pembekuan kegiatan usaha, dan / atau
8. Pencabutan ijin usaha.

Itulah yang terjadi saat saya ber BBM an dalam grup dan saat saya menjelaskan hasil sosialisasi kepada teman-teman seperjuangan di S2.

Ya inilah OJK antara harapan dan kenyataan... kita masing-masing silahkan menilai sendiri. Satu hal yang tetap harus kita ingat, walau harapan tak selalu sesuai kenyataan kita harus selalu mengucap syukur karena sampai hari ini kita masih bisa survive diantara persaingan yang sudah amat ketat, dan biaya-biaya yang melambung hebat.


#oleh-oleh dari sosialisasi RPP tentang pungutan oleh OJK.. membagi pusingku memikirkan cost yang dibebankan oleh regulator...








Tidak ada komentar:

Posting Komentar