Biar Disapu Ombak

Biar Disapu Ombak
Lupakan.. lalu semuanya akan selesai...

Jumat, 29 Maret 2013

Ijinkan aku Tuhan...

Tiap pagi pak Anto Toding mengirimkan sarapan pagi berupa Firman Tuhan. Pak Anto selalu rajin membroadcast sarapan pagi kepada kami teman-temannya. Kadang aku membacanya selintas dengan alasan terburu-buru waktu, tapi tak jarang seperti Tuhan mengarahkan aku untuk membacanya dengan hikmat dan merenungkannya. Dan aku merasakan disaat aku tiba-tiba ingin mengetahui dan membacanya sampai akhir itu pasti merupakan peringatan Tuhan untuk sikap-sikapku yang harus segera dibereskan. 
Seperti di kemarin pagi ketika aku membaca mengenai sikap seorang pemimpin. Diceritakan mengenai sikap Pilatus dalam mengambil keputusan mengenai Yesus. Pilatus tahu..mana yang benar dan mana yang salah tapi dia tak mau melakukan. Seperti ini kisahnya,

SANTAPAN HARIAN
Kamis, 28 Maret 2013
Baca: Matius 27:11-31

TAHU, TETAPI TIDAK MELAKUKAN
Pada waktu rezim apartheid di Afrika Selatan berhasil digulingkan, Nelson Mandela naik utk menjadi pemimpin Afrika Selatan. Ia adalah seorang tokoh lokal yg memimpin perjuangan Afrika Selatan utk terbebas dari politik apartheid. Politik apartheid memisahkan org kulit hitam dari org kulit putih. Org kulit putih berlaku sbg kaum yg berkuasa. Hal yg menarik adalah ketika ia menjadi presiden, Nelson Mandela justru mengajak org² kulit putih utk bekerja bersamanya. Keputusannya itu menuai banyak protes dari org² di sekitarnya, termasuk rakyatnya. Namun Nelson Mandela tetap pada keputusannya. Pada akhirnya ia dapat membuat org² kulit hitam & kulit putih berdamai & bersama membangun Afrika Selatan.

Sepenggal kisah mengenai Nelson Mandela di atas sangat menarik krn menunjukkan seorang pemimpin yg tegas dalam mengambil keputusan yg menurutnya baik tanpa terpengaruh suara² lain di sekitarnya. Hal ini bertolak belakang dgn sikap yg ditunjukkan oleh Pilatus dalam bacaan kita kali ini. Pilatus sbg seorang pemimpin tdk memiliki sikap yg tegas dalam mengambil keputusan. Ia mengetahui kebenaran bhw Yesus tdk bersalah (23). Akan tetapi ia tdk mengikuti apa yang ia tahu benar melainkan mendengarkan kata² rakyatnya yg terbakar emosi (26). Ia menuruti istrinya utk tdk terlibat dlm kasus ini. Solusi yg ia tawarkan hanyalah utk keamanan diri (17). Padahal ia bertanggung jwb utk menyelesaikan & memiliki wewenang utk memutuskan. Ia melakukan cuci tangan & tidak mau dianggap bersalah (24).

Sebagai seorang pengikut Kristus, di manakah posisi kita pada saat ini? Apakah kita menjadi seorang pengikut yg memperjuangkan kebenaran ataukah kita adalah seorang pengikut yg mencari aman, bahkan akan cuci tangan kalau hal tersebut mengandung risiko? Apalagi kalau kita dipercaya menjadi seorang pemimpin, beranikah kita menegakkan kebenaran dgn tdk mencari kepentingan atau keuntungan diri sendiri? Amin.

Bukankah acapkali sikapku seperti itu. Trauma masa lalu mengajarkanku untuk lebih baik diam daripada kehilangan dan dibenci oleh sahabat maupun teman. Aku merasakan betapa sakitnya perbedaan pendapat, betapa menyakitkan kehilangan teman karena perbedaan pendapat. Aku dulu berpikir perbedaan pendapat itu makin memperkaya diri kita, tapi ternyata itu pendapat yang tidak benar. Perbedaan pendapat adalah penyebab kesalahpahaman, ketersinggungan dan kehilangan teman-teman dan yang menyedihkan kehilangan sahabat-sahabat.

Saatku tahu bagaimana duduk persoalan yang sebenarnya, aku sekarang tak terlalu ingin bicara. Karena banyak juga sahabatku yang mengatakan "sing waras ngalah" atau "udah diam sajalah nanti berantem lagi..urusan gak akan pernah selesai". Apalagi jika pengambilan keputusan sudah berdasarkan suara terbanyak, dan mayoritas menyetujui. Apakah ada gunanya lagi berbicara ? Apakah ada gunanya lagi menyatakan kebenaran ?
Dan tiba-tiba di pagi itu aku membaca Santapan Harian yang dikirimkan pak Anto Toding. Betapa aku sama dengan Pilatus.. aku lebih memilih mencari aman. Mengikuti saja apa yang menjadi suara terbanyak walau kadang aku ingin mengatakan apa yang aku tahu. Tapi ya sudahlah.. aku lebih mempercayai kata hatiku "waktu nanti yang akan membuktikan"

Aku sering teringat betapa dulu aku begitu berani menyatakan ketidaksetujuanku, apa isi kepalaku, apa yang aku tahu, walau itu berbeda. Sehingga aku berselisih dengan sahabat-sahabatku, aku penyebab banyak kekacauan dan kesalahpahaman..dan yang lebih parah perpecahan atas persahabatan yang telah kami bina bertahun-tahun. Sampai satu saat aku berada pada satu titik aku merasa bahwa kekerasan kepalaku tak ada gunanya.. karena aku kehilangan sahabat-sahabatku. Apa sebenarnya yang aku cari..???? Dan saat ini.. walau aku tahu diam itu salah, aku masih memilih lebih baik aku diam saja. Aku merasakan aku lebih nyaman..aku merasa lebih tentram dan aku bisa menikmati apa yang memang aku ingin nikmati.

Aku memang penuh dosa, penuh sakit hati, penuh dendam.. aku ingin mengikisnya menghilangkannya. Aku ingin punya arti untuk sesamaku.. bukan penghambat sesamaku.. walau aku tahu ada yang aku korbankan dengan pilihanku itu.

Tuhan..betapa banyak dosaku.. ampuni aku Tuhan
Ijinkan aku Tuhan.. saat ini aku untuk berdiam diri..
Untuk menahan perasaanku..lidahku..
Untuk belajar lebih sabar..
Untuk belajar santun menyampaikan pendapat..
Untuk belajar menghargai perasaan orang lain..
Bukan berkata "aku adalah orang yang terus terang dan apa adanya.. inilah aku.." tanpa mau mengerti perasaan orang yang mendengarkan perkataanku...
Biarlah kejadian ini mampu mendewasakan aku..
Memperbaiki semua kesalahan sikapku..

Aku mencintai semua sahabatku..
Ajari aku Tuhan
untuk selalu mengasihi sahabat-sahabatku dalam Kasih Tuhan Yesus.
Kasih Tuhan Yesus yang rela dikhianati, difitnah, dimaki, dicerca, dicambuk, dipukul, ditusuk duri, dipaku, ditombak, dan disalib, demi kami anak-anakMu yang penuh dosa.. tapi selalu mengampuni...
Kenapa aku tak mampu mengampuni... apakah yang kutanggung lebih berat dari yang Tuhan Yesus tanggung.. ahh.. tak ada apa-apanya Tuhan dibanding apa yang Tuhan Yesus harus tanggung.

Ajari aku Tuhan untuk menghapus dendamku dan selalu mengampuni....seperti Engkau mengampuni kesalahan kami.

Amin..


Sebuah Renungan di Jumat Agung.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar