Waktu bertemu dengan Pak Ketua di lift saat menghadiri FGD, saya
sampaikan bahwa memberikan data kepada PPATK itu tidak melanggar rahasia bank
karena sesuai UU No. 8 Tahun 2010 kita dibebaskan dari persoalan kerahasiaan. Saya pikir pak Ketua bakalan setuju dengan pendapat saya ini, ternyata tidak. Akhirnya terjadilah
perdebatan yang menarik persoalan boleh dan tidak boleh. Saya melihat memakai
kacamata UU No. 8 Tahun 2010 terutama pasal 45, dan pak Ketua tetap pada UU
Perbankan no 10 tahun 1998 pasal 40.
FGD kali ini memang menarik, karena intinya adalah membahas
apakah permintaan PPATK itu melanggar rahasia bank atau tidak? Apakah itu
merupakan kewenangan PPATK atau tidak. Pembicaranya adalah pakar-pakar Hukum,
DR. Muzakir dan Prof. Romli. Sayang saja pihak yang diperbincangkan yang diundang
tidak hadir, dalam hal ini PPATK.
Dr. Muzakir lebih mengajak kita untuk melihat dahulu dasar
dari segala Undang-undang yaitu UU 1945.
UUD 1945 - Pasal
28 G
Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.
Kemudian kita menilik
ke UU yang lainnya.
UU Perbankan No. 10 tahun 1998 Pasal 40
berbunyi sebagai berikut :
(1)
Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal
44A.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak
terafiliasi."
Pasal 41 untuk kepentingan Perpajakan
Pasal 41 A untuk kepentingan Penyelesaian
Piutang Bank yang sudah diserahkan ke Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
Pasal 42 Untuk kepentingan peradilan dalam
perkara pidana
Pasal 43 Untuk perkara perdata bank dengan
nasabahnya
Pasal 44 Untuk dalam rangka tukar menukar
informasi antar bank
Pasal 44A Atas permintaan nasabah sendiri (harus tertulis)
Juga dalam hal nasabah
meninggal atas permintaan ahli waris
Lalu apa sanksinya jika kita melanggar rahasia bank. Ternyata amat berat. Lihat saja di Pasal 47 ayat 2 :
-
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak
Terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib
dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
Ancaman Tindak Pidana rahasia Bank ini cukup berat, sehingga Bank harus
melaksanakan prinsip kehatian-hatian dalam menjaga rahasia Bank.
Sedangkan dalam sisi lain dalam berbagai proses hukum pihak aparat hukum
kepolisian maupun kejaksaan, dan juga lembaga lain seringkali tidak memahami sepenuhnya
ketentuan mengenai rahasia Bank ini. Hal ini menjadi dilema sehingga
setiap komponen Bank harus dapat memberikan penjelasan kepada kepada siapapun apabila dimintai rahasia Bank akan mendapat sanksi baik yang
meminta maupun yang memberi rahasia Bank.
Lalu bagaimana dengan UU Perlindungan Konsumen ?
UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999
Pasal 4 (a dan i)
Hak konsumen adalah :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan / atau jasa.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
(berarti UU Perbankan mengenai Rahasia Bank termasuk).
Perlindungan Konsumenpun sekarang sudah diatur dalam Peraturan OJK. Coba kita lihat POJK No. 1/POJK.07/2013.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1 /
POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Pasal 2, Perlindungan Konsumen menerapkan
prinsip :
- Transparansi
- Perlakukan yang adil
- Keandalan
- KERAHASIAAN DAN KEAMANAN DATA /
INFORMASI KONSUMEN, dan
- Penanganan pengaduan serta
penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.
Kemudian dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 :
a. (1) Pelaku usaha jasa keuangan dilarang
dengan cara apapun, memberikan data dan / atau informasi mengenai konsumennya
kepada pihak ketiga.
b. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan dalam hal :
- Konsumen memberikan persetujuan
tertulis; dan / atau
- Diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan (berarti termasuk UU No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan UU No. 10 tahun 1998 tentang
Perbankan).
Kalau ditarik
kesimpulan dari pasal-pasal ini jelas sekali bahwa masyakat pengguna jasa keuangan
harus dijaga kenyamanan dan keamanannya, serta kerahasiannya sebagai nasabah
penyimpanan dan simpanannya.
Lalu bagaimana dengan permintaan PPATK atas Data Informasi Pengguna Jasa Keuangan dalam program SIPESAT, dimana diminta Semua data informasi Pengguna Jasa Keuangan, baik yang rekeningnya sudah di tutup di bulan Januari 2012 sampai 31 Januari 2014. Dan kita wajib mengirimkan data atas semua nasabah yang existing dari nama, no ktp, tempat, tgl lahir, alamat dan no.rekening, sampai dengan Maret 2014. Dan nanti setiap triwulan yaitu di bulan April, Juli, Oktober dan Januari tanggal 15 paling lambat, kita wajib mengirimkan penambahan data terbarunya.
Apakah ini tidak melanggar rahasia bank ?
Nah, sekarang kita beranjak ke UU No. 8 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
UU No. 8 Tahun 2010
Pasal 1
Disini berisi mengenai ketentuan umum, dan
lebih menekankan pada TRANSAKSI KEUANGAN. Dan penjelasan mengenai Lembaga
Pengawas dan Pengatur, yaitu merupakan lembaga yang memiliki kewenangan
pengawasan, pengaturan, dan / atau pengenaan sanksi terhadap pihak pelapor
dalam hal ini untuk Perbankan jelas adalah Lembaga OJK.
Pasal
17
Berisi siapa saja pihak pelapor dimana
didalamnya termasuk Bank – BPR.
Pasal 18
Disini merupakan pasal tentang perapan
prinsip mengenali pengguna jasa.
Dijelaskan bahwa Lembaga Pengawas dan
Pengatur lah yang menetapkan ketentuan prinsip mengenali pengguna jasa. Bank
wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa yang sekurang-kurangnya memuat
:
- Identifikasi pengguna jasa
- Verifikasi pengguna jasa
- Pemantauan transaksi pengguna jasa
Dalam pasal ini di ayat 6 dikatakan bahwa “dalam
hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur ketentuan mengenai prinsip
mengenali pengguna jasa dan pengawasannya diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.”
Pertanyaannya, bukankah Lembaga Pengawas dan Pengatur untuk Perbankan sudah terbentuk
yaitu OJK. Sehingga Pengaturan sekarang ini telah berpindah ke OJK bukan lagi
di PPATK. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang berhak untuk mengatur adalah OJK
bukan lagi PPATK.
Pasal 18 ayat 6 inilah
yang tegas-tegas disebutkan oleh Prof. Romli sudah menggugurkan peraturan PPATK mengenai SIPESAT, karena hak dalam
peraturan itu sudah gugur dan berpindah ke OJK.
Nah bagian inilah yang
saya kemarin belum paham. Saya berpendapat Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
tidak ada kaitannya dengan data yang diminta dalam SIPESAT.
Lalu apa yang wajib
disampaikan ke PPATK ?
Laporan apa saja yang wajib disampaikan
kepada PPATK, jelas disebutkan dalam Pasal 23 bahwa :
(1) Penyedia
jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a wajib
menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi:
a. Transaksi
Keuangan Mencurigakan;
b.Transaksi
Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara,
yang
dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1
(satu) hari kerja; dan/atau
c. Transaksi
Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
(2)
Perubahan besarnya jumlah Transaksi Keuangan Tuna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala PPATK.
(3) Besarnya
jumlah Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang wajib
dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan
Kepala PPATK.
(4)
Kewajiban pelaporan atas Transaksi Keuangan Tunai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikecualikan terhadap:
a.Transaksi yang
dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan pemerintah dan bank sentral;
b.Transaksi
untuk pembayaran gaji atau pensiun;
dan
c.Transaksi
lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan penyedia jasa
keuangan yang disetujui oleh PPATK.
(5)
Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku
untuk Transaksi yang dikecualikan.
Berdasarkan
kewajiban dalam pasal di atas, diatur dalam pasal 28 mengenai Pelaksanaan
Kewajiban Pelaporan nya..
Paragraf 3
Pelaksanaan
Kewajiban Pelaporan
Pasal 28
Pelaksanaan
kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan
yang berlaku bagi Pihak Pelapor yang bersangkutan
Pasal 29
Kecuali
terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, Pihak Pelapor, pejabat, dan pegawainya
tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, atas pelaksanaan
kewajiban pelaporan menurut Undang-Undang ini.
Jelas sekali
pasal 28 dan 29 hanya berlaku untuk Pelaporan yang sifatnya wajib seperti yang
tertuang dalam pasal 23 UU No. 8 Tahun 2010.
Dalam pasal
30 disebutkan mengenai masalah sanksi jika tidak menyampaikan, di dalam sanksi
juga jelas disebutkan bahwa pengenaan sanksi hanya dapat dilakukan oleh Lembaga
Pengawas dan Pengatur sesuai ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini adalah
OJK. Jika belum terbentuk memang wewenang PPATK, namun karena OJK sudah
terbentuk, pengenaan sanksi hanya dapat dilakukan oleh OJK.
Pengawas
Kepatuhan atas pelaksanaan pelaporan adalah Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam
hal ini jelas OJK dan / atau oleh PPATK.
Lalu apa sanksinya jika kita tidak melaporkan apa yang diminta dalam program SIPESAT, kita lihat saja SE No. 2 /1.02/PPATK/02/2014 yang dikeluarkan oleh Ketua PPATK yang sudah berlogo Berita Negara, di pasal 16, disana tertulis bahwa kita akan diberikan teguran tertulis dan atau pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi, pengumuman kepada publik bisa dilakukan melalui website PPATK dan media lain.
Tentunya kita juga tidak mau dipermalukan dengan nama perusahaan kita dicantumkan sebagai pihak yang tidak mau bekerjasama, tapi bagaimana dengan rahasia bank yang sanksinya pidana penjara dan uang miliaran rupiah.
Walaupun dalam Pasal 45 UU No. 8 tahun 2010 menyebutkan bahwa :
Dalam
melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,
terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode
etik yang mengatur kerahasiaan.
Tapi sampai dimana jaminannya, apalagi tidak ada surat tertulis dari OJK sebagai pihak yang mengatr dan mengawasi PUJK.
Namun dalam
FGD kemarin disimpulkan bahwa kewenangan PPATK hanyalah pada transaksi yang
termuat dalam pasal 23 UU No. 8 Tahun 2010. Jika tidak mencurigakan, maka pasal
45 ini tidak berlaku, tetap yang berlaku adalah UU Perbankan mengenai rahasia
bank.
Permintaan
data pokok mengenai Nama, tempat tgl lahir, Alamat, No. KTP, No Identitas Lain,
No KTP dianggap sebagai bagian dari Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan
hanyalah OJK yang berwenang untuk mengatur. Sehingga pemberian data tersebut
oleh pihak bank hanya dapat dilakukan mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh
OJK.
Apalagi
kalau melihat nama lembaganya : PPATK adalah singkatan dari Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan. Artinya kan yang dilaporkan hanya transaksi2 yang
mencurigakan saja, yang perlu dianalisis, seharusnya bukan semua data nasabah
diminta bahkan sampai yang sudah tutup rekening pun diminta.
Terus terang
sampai FGD ini berakhir masih menimbulkan tanda tanya. Boleh atau tidak.. karena
setiap orang setiap lembaga punya pandangannya masing-masing. Yang diperlukan hanya kepastian
dari Lembaga yang mengatur dan mengawasi.. dalam hal ini OJK. Dan juga kita memerlukan penjelasan yang sejelas-jelasnya dari PPATK terkait dengan rahasia Bank dan juga pandangan para pakar hukum mengenai persoalan ini.
Kita tunggu
sajalah kepastian dari OJK.. dan juga baiknya laporan kita itu cukup kepada lembaga yang Mengatur dan
Mengawasi, nanti lembaga lainnya tinggal meminta pada lembaga yang mengatur dan
mengawasi kita saja...jadi gak ribet kayak gini..