Biar Disapu Ombak

Biar Disapu Ombak
Lupakan.. lalu semuanya akan selesai...

Sabtu, 23 April 2011

Jejak-jejak Kartini dalam diri wanita pemilik usaha Mikro

Wanita-wanita biasa yang berpendidikan SMA, namun punya pemikiran jauh kedepan dan punya pengharapan yang luarbiasa untuk generasi selanjutnya yang dipercayakan Tuhan padanya.

Sebuah pencarian makna “KARTINI” pada wanita mikro

IBU TRI LESTARI – PERIAS PENGANTIN

“Saya sebenarnya tidak ingin berhutang.. tapi suami saya meyakinkan bahwa rumah diseberang kami perlukan untuk menyimpan barang-barang kami yang makin lama makin banyak. Akhirnya setelah kami hitung..kami mantap mengajukan kredit di BPR”

Ketika sore itu ditemui Ibu Tari, demikian ia biasa dipanggil, masih sibuk memberikan makan ayam peliharaannya dan sesekali memperhatikan putra bungsunya yang sedang bermain di halaman. Di ruang tamu terlihat tamu yang akan memakai jasa rias pengantin yang sedang dilayani oleh suaminya. Kemudian ibu Tari bergabung dan melakukan fitting pada calon mempelai yang memakai jasanya. Setelah itu merapikan pakaian-pakaian pengantin sambil sesekali memperhatikan putra bungsunya.

Usaha rias pengantin ini adalah usaha suaminya H. Jois, yang telah dirintis dari tahun 1987, namun untuk urusan pemilihan pakaian pengantin dan rias pengantin menjadi tugas dari ibu Tari. Ibu Tari mempunyai selera yang cukup baik dan mempunyai keterampilan merias yang baik sehingga banyak calon pengantin yang ingin memakai jasanya. Usaha yang dimulai dari merias pengantin sekarang berkembang menjadi usaha penyewaan tenda dan wedding organizer.

“Kami mulainya dari kuli bu.. kemudian kami ingin membuka sendiri dan ada yang percaya kepada kami sehingga membantu kami membuka usaha ini”“Saya sebenarnya paling takut berhutang bu..” ucapnya ketika telah selesai memandikan putra bungsunya. Ibu Tari tidak mempunyai pembantu, sehingga semua urusan tangga, memasak dan mengurus anak-anak ditanganinya sendiri, bahkan sampai urusan mencuci kain-kain yang dipakai untuk wedding organizer nya dilakukan sendiri . Jika mendapat panggilan untuk merias, putra bungsunya yang berusia 3 tahun selalu dibawa serta. “dia bukan anak yang merepotkan..dia tahu ibunya sedang bekerja,” katanya bangga sambil mengusap-usap kepala si bungsu.

“Saya sebenarnya tidak ingin berhutang.. tapi suami saya meyakinkan bahwa rumah diseberang kami perlukan untuk menyimpan barang-barang kami yang makin lama makin banyak. Akhirnya setelah kami hitung..kami mantap mengajukan kredit di BPR” Lanjutnya lagi. “Sebenarnya saya ingin kita hidup sesuai kemampuan saja.” Ibu yang cantik ini sudah terbiasa mendapatkan penghasilan sendiri.

“Saya punya usaha sendiri bu..untuk menghidupi anak-anak saya, saya tak mau minta suami..usaha kreditan barang ini sudah saya rintis sejak saya belum menikah. Walaupun ada usaha rias pengantin, usaha yang telah saya rintis tidak ingin saya tinggalkan. Alhamdulilah bisa mencukupi untuk sekolah anak-anak saya dan jika lebih saya gunakan untuk membeli sapi dan ayam.

”Ketika ditanyakan bagaimana menyeleksi orang yang mengajukan kredit, dengan fasih ibu Tari menerangkan seperti seorang analis kredit yang handal. Pendekatan yang saya pakai pendekatan pengertian..saya tidak mau galak-galak dalam menagih karena lebih banyak tidak berhasil daripada berhasil dan saya menyeleksi benar-benar orang yang mengajukan kredit..kalau tak mencukupi saya tak mau memberikan walaupun itu kenalan baik saya. Herannya banyak wanita yang telah berkeluarga yang membayar dengan tidak tepat waktu..dengan alasan uang sekolah belum dibayarlah, uang dapur kurang lah.. Saya lebih senang memberikan kredit kepada wanita yang masih single..biasanya tanggung jawabnya lebih baik.

Ketika ditanyakan apa yang diharapkan dari putri pertamanya, dia menjawab dengan mantap.. saya tak mau memaksakan kehendak saya.. biar anak saya menentukan dia mau menjadi apa kelak.. yang terang saya ingin dia menjadi anak perempuan yang tahu hak dan kewajibannya. Saya ingin dia bersekolah sampai SI atau S2 tapi itu terserah anak saya nanti. Saya mendidik anak saya untuk tahu pekerjaan rumah tangga, mengurus adiknya. Setinggi apapun sekolahnya..setinggi apapun jabatannya.. tetap urusan rumah tangga dan anak-anak adalah tanggung jawabnya kelak.

Yang terang saya ingin anak saya tidak bekerja untuk orang lain.. tapi mampu membuka usaha sendiri dan membuka pekerjaan untuk orang lain.Saya tak suka wanita yang malas.. katanya sambil setengah berbisik.. ketika ditanya apa yang tidak disukai dari wanita. Wanita yang malas..pasti senang ngerumpi.. saya sering heran kalo melihat ibu-ibu disekitar sini tak mau bekerja dan pasrah saja menerima penghasilan dari suaminya. Buat saya wanita harus mampu bekerja dan bisa menopang kehidupan keluarga. Saya lebih senang menggunakan uang hasil keringat saya sendiri.

Kartini.. ? Dia wanita hebat.. yang mau berbuat banyak.. tak mau diam.. begitu gambaran ibu Tari tentang Kartini.

IBU SUDARINI – PEMILIK WARUNG NASI

Saya mengajukan pinjaman di BPR demi menyekolahkan anak saya.. dan dari penghasilan warung nasi inilah saya membayarnya setiap bulan.

Ketika ditemui di rumahnya di Jababeka, ibu Sudarini baru saja pulang dari pasar. “Besok ada pesanan nasi box, jadi harus belanja lebih banyak” katanya. Kami mengobrol di ruang tamu. “Aduh saya sudah nenek-nenek..apa pantas disebut pengusaha, saya hanya punya warung nasi di teras rumah saya.”

“Kenapa membuka warung nasi..? saya ingin membantu suami saya.. suami saya itu hanya pegawai dengan gaji yang kecil. Saya mulai berjualan sejak tahun 1985. Dan dengan uang dari hasil warung makan ini saya bisa menyekolahkan anak saya sesuai pilihannya.” Katanya menjelaskan. Saya mengajukan pinjaman di BPR demi menyekolahkan anak saya.. dan dari penghasilan warung nasi inilah saya membayarnya setiap bulan, lanjutnya.

Ibu berusia 56 tahun dengan 3 putra ini dalam menjalani usahanya di Jababeka sejak 5 tahun yang lalu dibantu oleh satu orang saudara dan satu orang anaknya. Warung nasinya banyak dikunjungi oleh karyawan yang bekerja di daerah jababeka dan ibu-ibu yang mengantar sekolah anaknya. Tak jauh dari rumahnya ada sebuah sekolah.

Apa yang tidak ibu sukai dari wanita.. ? sambil tertawa ibu ini menjelaskan.. saya tak suka dengan wanita yang tak bisa memasak. Apalagi jika wanita itu tidak bekerja dan hanya di rumah mengurus anak. Banyak ibu-ibu yang berbelanja disini yang malas memasak.. katanya malas mencuci dan malas jika sudah masak tak ada yang memakan. Saya selalu menyiapkan makanan untuk keluarga saya dan sebelum saya meninggalkan rumah..rumah harus sudah dalam keadaan bersih.

Wanita itu harus mau bekerja menopang penghasilan suami. Dari dulu saya sudah terbiasa bekerja. Saya tak bisa diam. Dulu sebelum saya membuka warung saya menjual barang-barang yang dipercayakan kepada saya. Sampai sekarang pun.. warung saya terbuka untuk barang titipan dari ibu-ibu yang memasak kue atau mempunyai jualan yang lain. Daripada mereka diam saja dirumah lebih baik melakukan sesuatu..dan selama saya bisa membantu saya ingin membantu.

Ketika ditanya tentang Kartini.. begini jawabannya.. Kartini itu penggerak emansipasi.. tapi saat ini banyak wanita yang kebablasan.. tak mau tahu urusan rumah tangga.. suatu kenikmatan tersendiri bagi saya jika bisa menyiapkan makanan sendiri untuk keluarga. Wah bu ..nanti warung ibu tidak laku.. kalau semua ibu pintar memasak.. seloroh kami.. Ibu Sudarini tertawa lepas…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar