Biar Disapu Ombak

Biar Disapu Ombak
Lupakan.. lalu semuanya akan selesai...

Selasa, 23 Agustus 2011

Managing Your Boss




Ada ketertarikan tersendiri saat saya membaca bagian ini. Di bagian ini penulis, bapak Subarto Zaini menceritakan pengalamannya saat bekerja sebagai Asisten Direktur Keuangan. Dimana pada awalnya semuanya berjalan dengan baik. Atasannya sangat menghargai kompetensi dan kinerjanya. Kemudian terjadi hubungan yang tidak harmonis dan kemudian timbullah konflik yang makin lama semakin tajam dan akhirnya membuat penulis memutuskan untuk meninggalkan jabatannya.

"Hal itu disebabkan oleh kebodohan saya dalam mengelola atasan. Mungkin juga karena saya masih sangat muda, penuh arogansi dan rasa percaya diri yang berlebihan. Seharusnya saya dapat mengelola atasan saya dengan lebih baik, sehingga konflik dapat dihindari" tulisnya dalam bagian ini.

Dalam perenungannya ia memperoleh beberapa kiat yang harus diperhatikan dalam mengelola atasan agar tidak terjadi konflik.

Pertama
Kenalilah atasan kita dengan baik. Bagaimana pola kerjanya, kepribadiannya, preferensinya, nilai-nilai yang dianutnya, dan kebiasaan-kebiasaannya. Dengan mengenal itu semua kita akan memahami hal-hal yang sensitif dan bahkan tabu untuk disampaikan padanya.

Kedua
Pahami benar apa yang menjadi obsesi pribadinya, apa yang ingin dicapai dan diwujudkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pahami juga apa visi dan misinya untuk membawa organisasi ke masa depan.

Ketiga
Pikirkan apa yang dapat kita lakukan untuk membantu atasan dalam mewujudkan prioritas-prioritas, obsesi pribadinya, serta visi dan misinya. Dengan demikian ia merasa sangat terbantu dengan keberadaan kita. Kita akan dilihat sebagai PART OF The SOLUTION dan bukan sebagai PART OF the PROBLEM. Kita akan menjadi lebih mudah untuk mempengaruhi atasan kita. Hubungan kerja akan menjadi lebih harmonis dan produktif.

Ketiga hal itu menjadi perenungan yang panjang dalam kepala saya. Saya merasa telah mampu menjalankan ketiga hal tersebut dengan baik, namun kenapa saya semula yang dapat menjadi part of solution sekarang masuk dalam part of the problem. Dimanakah letak kesalahan yang telah saya buat. Saya mencoba mengingat dan mengingat lagi.
Mungkin pada bagian pertama inilah yang harus saya garis bawahi..
Pertama
Kenalilah atasan kita dengan baik. Bagaimana pola kerjanya, kepribadiannya, preferensinya, nilai-nilai yang dianutnya, dan kebiasaan-kebiasaannya. Dengan mengenal itu semua kita akan memahami hal-hal yang sensitif dan bahkan tabu untuk disampaikan padanya


Ya saya ternyata tidak mengenali atasan saya dengan baik, terutama kepribadiannya. Saya tidak dapat menahan hal-hal yang seharusnya saya sampaikan untuk saya simpan sendiri dan mengeluhkannya dibelakang. Saya menyampaikan pendapat-pendapat saya, kritikan-kritikan saya, dan mulai berani menentukan sikap jika saya memandang sikapnya tak sesuai dengan visi misi dan nilai-nilai organisasi. Saya merasa hal itu adalah hal yang perlu saya sampaikan sebagai orang yang membantunya selama ini, bukan untuk menjatuhkannya tapi untuk kebaikan banyak pihak dan juga kebaikan atasan saya.

Dalam sebuah perkumpulan seperti ini sebenarnya istilah "boss" tidak ada. Kita semua satu tim, kita semua adalah anggota yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Hanya saat ini "boss" mendapat amanah untuk menjadi ketua. Sebagai orang-orang yang masuk dalam kabinetnya sudah layak dan sepantasnya untuk selalu mendukung dan memberikan suport dan menghargai hirarki organisasi.

Tapi bukan berarti segala keputusan adalah mengikuti keputusan pribadinya. Keputusan dalam organisasi bersifat kolegial. Salahkah jika kita menyuarakan pendapat kita untuk kebaikan banyak pihak. Salahkah jika kita memilih berdasarkan suara hati kita. Salahkah jika mendukung calon lain yang tak didukung olehnya. Apakah atasan dan bawahan masih ada dalam forum seperti ini. Apakah kita harus selalu memberikan dukungan jika hati kita tak sejalan. Tak ada lagikah hak kita sebagai anggota.

Sebenarnya dalam hati kecil saya tetap "ngotot" mengatakan bahwa saya mengenal dengan baik, namun saya merasakan idealismenya telah luntur.

Dan saya juga menyesali kenapa diri saya yang semula adalah part of solution saat ini menjadi part of problem...hanya karena saya terlalu "ngotot" dengan pendapat-pendapat saya..padahal 3x3 tak selalu 9, padahal untuk menuju satu tempat bukan hanya ada satu jalan..tapi banyak jalan.. untuk menyampaikan pendapat tak perlu sekeras karang.. tapi bisa seperti ombak.. bergulung pelan menyentuh bibir pantai..lagi dan lagi.. sampaikan lagi dan lagi dengan halus.. walau ada saat deburannya kencang.. namun dia tak selamanya berdebur kencang.. dia kembali lagi halus..halus.. sehingga suara deburan ombak menjadi amat indah..dan menjadi lagu alam yang amat indah bagi siapa saja yang mendengarnya.. Seandainya saja... saya mampu...saya ingin setiap saat melantunkan lagu alam yang indah ini....

Namun sayang deburan ombak yang kencang..telah memporakporandakannya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar